TUGAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DASAR SD
Oleh
Oleh Kelompok 1:
No.
|
Aspek yang dinilai
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
|
Kelengkapan
konsep
Kedalaman
materi
Keluasan
materi
Akurasi
kejelasan
|
|
|
Nama Anggota kelompok
|
|
1.
2.
3.
|
SASMAMONIA
|
|
|
|
|
Seksi :
RM 05
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2 0 13
PEMECAHAN DI SEKOLAH DASAR
Sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks
dan banyak macamnya. Maka masalah-masalah kehidupan itupun muncul semakin
kompleks. Untuk itu kita sebagai guru harus dapat memberikan bekal-bekal ilmu
kepada peserta didik disekolah dasar yang mampu bersaing dalam kehidupan yang
serba kompleks.
Ilmu matematika memberikan sumbangan yang cukup besar
dalam peningkatan kualitas kehidupan. Kehidupan
yang memiliki peradaban yang maju, karena dalam berbagai bidang manusia
menggunakan nalarnya untuk menjalankan kehidupan. Dalam menghadapi kehidupan
ini manusia sering dihadapkan kepada suatu permasalahan, sehingga setiap orang dituntut
untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini terjadi perbedaan silap terhadap suatu
kejadikan atau kondisi tertentu. Berikut adalah ilustrasi berbagai contoh dalam
menyikapi masalah
Ilustrasi
1 : Pada waktu bulan puasa Ida sudah tidur pukul 22.00, dengan harapan tidak
kesiangan waktu sahur. Pada waktu 24.00 listrik di rumah Ida padam, dan Ida
tetap tertidur pulas sehingga Ida tidak mengetahui bahwa terjadinya padam
litrik yang membuat rumahnya gelap gulita.
Ilustrasi
2 : Pada pukul 01.00 Ida terbangun dan merasakan bahwa di rumahnya litriknya
padam, lantas Ida memutuskan untuk tidur kembali tanpa ada usaha untuk mengecek
listrik mati.
Ilustrasi
3: Adik Ida begitu terbangun dan melihat listrik mati ia menemui bapaknya untuk
memperbaiki listriknya, karena adik Ida tidak bisa tidur dalam keadaan gelap.
Ilustrasi
4 : BApak Ida memperbaiki listriknya yang padam dengan melihat dulu listrik
tetangganya apakah ikutan mati atau tidak, ternyata listrik dirumah tetangga
tidak mati. Bapak Ida lantas memeriksa saklar ternyata off, saat menaikkan
saklar listrik tetap mati. Bapak Ida memutuskan untuk menggunakan lampu minyak
saja, karena tidak sanggup memperbaikinya.
Ilustrasi
5 : Lain halnya dengan tetangga Ida, jika mengalami hal demikian maka
tetangganya mencoba memperbaiki sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan cara
mencoba-coba berbagai kemungkinan terjadi. Misalnya mengecek kabel kemungkinan
ada yang konsleting.
Ilustrasi
6 : Pagi harinya bapak Ida menghubungki kakak Ida dan memintanya memperbaiki
kabel listril yang konslet. Karena kakak ida adalah seorang sarjana eletro,
maka dngan mudah saja ia menemukan penyebab terjadinya penyambungan arus
pendek, yaitu dengan menggunakan alat-alat yang dimilikinya.
Dari ilustrasi yang ada memberikan gambaran bagaimana
seseorang menyikapi suatu masalah atau tidak punya sikap sama sekali. Ada
beberapa kategori sikap yang terjadi pada seseorang dalam menyikapi sebuah
masalah dalam situasi tertentu, yaitu :
- Orang yang tidak mengetahui masalahnya.
- Orang yang tidak peduli terhadap adanya masalah.
- Orang yang mengetahui adanya maslaah tapi tidak
bisa menyelesaikannya.
- Orang yang sering mencoba-coba menyelesaikan
masalah.
- Orang yang mahir menyelesaikan masalah.
Biasanya masalah datang karena suatu akibat dari
pekerjaan seseorang. Munculnya terkadang saat dalam situasi yang tidak
diharapkan. Untuk terampil menyikapi masalah dan menyelesaikan msalah
dibutuhkan berbagai kemampuan yang ada pada diri kita, sebagai hasil belajar
yaitu pengetahuan, sikap dan psikomotor. Berbagai kemampuan tadi berupa
ingatan, pemahaman, penerapan, analisist, sintetis dan evaluasi. Dengan
demikian tidaklah mudah menyelesaikan masalah karena melibatkan kemampuan
nalar, dari tingkat rendah samapi tingkat tinggi. Sisalkan kita akan mengukur
luas tanah, pengtahuan apakah yang harus kita miliki dan bagaimana cara
menggunakannya? Untuk dapat mengetahui luas tanah, kita harus memiliki
pengetahuan tentang bentuk-bentuk geometris beserta cirri-cirinya, satuan ukur,
rumus-rumus mencari luas, dan operasi hitung.
Masalah-masalah
yang akan dibahas pada pemecahan di sekolah dasar kali ini adalah masalah yang
berhubungan dengan pesoalalan pemecahan masalah matematika.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak
hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga
diarahkan kepada peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah (Problem
Solving), baik masalah matematika maupun masalah lain yang secara
kontekstual menggunakan matematika untuk memecahkannya. Hal ini didorong oleh
perkembangan arah pembelajaran matematika yang digagas oleh National Council
of Teacher of Mathematics di Amerika pada tahun 1989 yang mengembangkan Curriculum
and Evaluation Standards for School Mathematics, dimana pemecahan masalah
dan penalaran menjadi tujuan utama dalam program pembelajaran matematika di
sekolah dasar. Perubahan paradigma pembelajaran matematika ini kemudian
diadaptasi dalam kurikulum di Indonesia terutama mulai dalam Kurikulum 2004
(KBK) dan Kurikulum 2006. Mata pelajaran matematika diantaranya bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan pemahaman konsep, penalaran, memecahkan
masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan (BSNP, 2006).
Dari tujuan pembelajaran
matematika di sekolah dasar tersebut, nampak bahwa pemecahan masalah menjadi
fokus penting dalam pembelajaran matamatika sehingga secara jelas terdapat pada
kurikulum mata pelajaran matematika mulai jenjang sekolah dasar sampai sekolah
menengah. Dalam setiap standar kompetensi, ada salah satu kompetensi dasar yang
mengarahkan siswa untuk mampu menggunakan konsep-konsep matematika dalam
menyelesaikan masalah.
Pelaksanaan pembelajaran masalah
di sekolah dasar tidaklah semudah yang diperkirakan. Ada banyak faktor yang
menghambat terlaksananya. Pembelajaran pemecahan masalah secara optimal, tidak
hanya faktor guru saja, tetapi faktor tuntunan kurikulum yang membuat guru
terdesak dengan waktu terbatas sehingga tidak fokus terhadap kemampuan
pemecahan masalah.
Suatu masalah biasanya memuat
situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu
secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaiknnya. Jika suatu
masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut dapat mengetahui cara
penyelesainnya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
masalah. Sesuatu dianggap masalah bergantung kepada orang yang menghadapi
masalah tersebut disamping secara impilisit suatu soal bisa memiliki
karakteristik sebagai masalah.
Moursund (2005:29) mengatakan bahwa
seseorang dianggap memiliki dan menghadapi masalah bila menghadapi 4 kondisi
berikut ini :
1. Memahami dengan jelas kondisi
atau situasi yang sedang terjadi.
2. Memahami dengan jelas tujuan
yang diharapkan. Memiliki berbagai tujuan untuk menyelesaikan masalah dan dapat
mengarahkan menjadi satu tujuan penyelesaian.
3. Memahami sekumpulan sumber
daya yang dapat dimafaatkan untuk mengatasi situasi yang terjadi sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Hal ini meliputi waktu, pengetahuan, keterampilan,
teknologi atau barag tertentu.
4. Memiliki kemampuan untuk
menggunakan berbagai sumber daya untuk mencapa tujuan.
Dalam pembelajaran matematika,
masalah dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita,
penggambaran penomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah
tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung konsep
matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika, walaupun sebenarnya
tumpang tindih, tapi perlu dipahami oleh guru matematika ketika akan menyajikan
jenis soal matematika. Menurut Hudoyo dan Sutawijaya (1997:191), masalah
matematika dapat berupa (1) masalah transalasi, (2) masalah aplikasi, (3)
masalah proses, dan (4) masalah teka-teki.
Pemecahan Masalah Matematika
Soedjadi (1994, dalam Abbas, 2000
: 2) menyatakan bahwa melalui pelajaran Matematika diharapkan dan dapat
ditumbuhkan kemampuan-kemampuan yang lebih bermanfaat untuk mengatasi
masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapi peserta didik di masa depan.
Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan memecahkan masalah. Lebih
lanjut Ruseffendi1991, dalam Abbas, 2000 : 2) Menyatakan bahwa kemampuan
memecahkan masalah amatlah penting, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari
akan mendalami Matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya,
baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Goos et.al. (2000 : 2),
seseorang dianggap sebagai pemecah masalah yang baik jika ia mampu
memperlihatkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi dengan memilih dan
menggunakan berbagai alternatif strategi sehingga mampu mengatasi masalah
tersebut. Menurut Goos et.al. (2000 : 2), cara berpikir secara matematis yang
efektif dalam memecahkan masalah meliputi tidak saja aktivitas kognitif,
seperti menyajikan dan menyelesaikan tugas serta menerapkan strategi untuk
menemukan solusi, tetapi juga meliputi pengamatan metakognisi yang digunakan
untuk mengatur berbagai aktivitas serta untuk membuat keputusan sesuai dengan
kemampuan kognitif yang dimiliki. Dalam Suherman et.al. (2001 : 95) dinyatakan
bahwa menurut berbagai penelitian dilaporkan bahwa anak yang diberi banyak
latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih tinggi dalam dalam tes pemecahan
masalah dibandingkan dengan anak yang latihannya sedikit.
Sukmadinata dan As’ari (2006 :
24) menempatkan pemecahan masalah pada tahapan berpikir tingkat tinggi setelah
evaluasi dan sebelum kerativitas yang menjadi tambahan pada tahapan berpikir
yang dikembangkan oleh Anderson dan Krathwohl (dalam Sukmadinata dan As’ari, 2006
: 24).
PERANAN PROBLEM SOLVING DALAM BELAJAR
MATEMATIKA DISEKOLAH DASAR
Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengan oleh
kita. Namun sesuatu menjadi masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan
masalah tersebut sesuai kemampuannya. Terkadang dalam pendidikan matematika Sekolah
Dasar ada masalah bagi kelas rendah namun bukan masalah bagi kelas tinggi. Masalah
merupakan suatu konflik,hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas
belajaraannya di kelas. Namun masalah harus diselesaikan agar proses berpikir
siswa terus berkembang. Semakin banyak siswa dapat menyelesaikan setiap
permasalahan matematika, maka siswa akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan
soal-soal matematika dalam bentuk apapun. Bentuk soal matematika dalam Sekolah Dasar
berbentuk rutin atau pun tidak rutin.
Contoh 3×3=9 merupakan soal rutin bagi siswa Sekolah Dasar
kelas 2 karena siswa tidak berpikir tinggi dalam menyelesaikan soal tersebut. Jiaka
kelas 2 diberikan soal 33×33=….mungkin menjadi
suatu masalah bagi siswa Sekolah Dasar, inilah suatu bentuk soal yang tidak
rutin. Sehingga kita bisa memberikan pemisahan bahwa soal yang tidak rutin
merupakan masalah bagi siswa. Jenis masalah dalam pembelajaran Sekolah Dasar
ada 4 yaitu:
1. Masalah
Translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas sehari-hari siswa.contoh:
Ade membeli permen Sugus 12 buah.Bagaimana cara Ade membagikan kepada 24 orang
temannya agar semua kebagian dengan adil?
2. Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan
suatu konsep,rumus matematika dalam sebuah soal-soal matematika.Contoh suatu
kolam berbentuk persegipanjang yang berukuran panjang 20 meter dan lebar 10
meter.Berapa luas kolam tersebut?
3. Masalah Proses/Pola adalah masalah yang memiliki
pola, keteraturan dalam penyelesainnya.Contoh: 2 4 6 8 …
Berapa angka berikutnya?
4.Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka
atau dapat berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam
matematika.contoh:Aku adalah anggota bilangan Asli,aku adalah bilangan
perkasa,jika kelipatannku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya adalah
aku,siapakah aku?
Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam
menyelesaikannya. Kebenaran, ketepatan, keuletan dan kecepatan adalah suatu
hala yang diperlukan dalam penyelesaian maslah. Keterampilan siswa dalam
menyelesaikan maslah adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh duru.
Jawaban benar bukan standar ukur mutlah, namun proses yang lebih penting
darimana Pemecahan masalah memerlukan strategi dari guru untuk siswa agar ia
mampu menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah untuk menjawab soal
tersebut.
Konsep
Pembelajaran Pemecahan Masalah Sanjaya
(2006:15) membedakan antara mengajar memecahkan masalah dengan pemecahan
masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah
mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan
soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah
teknik untuk membantu siswa agar memahami dan menguasi materi pembelajaran
dengan menggunakan strategi pemecahan masalah. Perbedaannya terdapat pada
kedudukan pemecahan masalah apakah sebagai konten atau isi pelajaran atau
sebagai strategi.
Strategi pembelajaran pemecahan
masalah bisa dalam hal pendekatan pembelajaran atau metode pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan
pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Ada dua
jenis pendekatan yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan yang bersifat
materi. Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat
umum.
Dalam pembelajaran matematika,
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah berarti guru menyajikan materi
pelajaran dengan mengarahkan siswa kepada pemanfaatan strategi pemecahan
masalah dalam memahami materi pelajaran dan dalam menyelesaikan soal-soalnya.
Materi pelajaran dipandang sebagai sekumpulan masalah yang harus dipahami dan
diselesaiakan. Sedangkan metode pemecahan masalah lebih sempit lagi, yaitu
bagaimana guru menyajikan soal-soal sebagai masalah yang harus dipecahkan
dengan strategi pemecahan masalah.
Dari paparan di atas, paling
tidak ada tiga makna dari pemecahan masalah, yaitu : pemecahan masalah sebagai
tujuan pembelajaran, proses, serta sebagai kemampuan dasar.
Dalam perkembangan teori-teori
pembelajaran, pembelajaran pemecahan masalah ini dapat dipraktekkan seperti
dalam pendekatan pembelajaran open ended, problem based learning (PBL),
atau metode pembelajaran yang secara khusus mengajarkan strategi-strategi
pemecahan masalah. Khususnya di SD, masalah matematika sering disajikan dalam
bentuk soal cerita, soal tidak rutin, teka-teki, atau pola bilangan. Tetapi
dalam buku-buku teks pembelajaran yang sering digunakan adalah soal cerita dan
ilustrasi gambar.
Pembelajaran Pemecahan Masalah
yang Efektif
Karena pemecahan masalah dianggap
sulit untuk diajarkan dan dipelajari, maka berbagai penelitian banyak mengkaji
hal ini. Fokus penelitiannya adalah tentang : karakteristik masalah;
karakteristik siswa yang mampu dan tidak mampu menyelesaikan masalah; serta
strategi-stratagi pembelajaran pemecahan masalah. Berikut ini adalah beberapa
hasil penelitian tersebut yang dirangkum dalam Reys et.al.(1989).
1. Strategi pemecahan masalah
secara khusus harus diajarkan sampai siswa dapat memecahkan masalah dengan
benar.
2. Tidak ada strategi yang optimal untuk memecahkan seluruh
masalah (soal). Beberapa strategi sering digunakan daripada yang lainnya dalam
setiap tahapan pemecahan masalah.
3. Guru harus mengajarkan berbagai strategi kepada siswa
untuk dapat menyelesaikan berbagai bentuk masalah. Siswa harus dilatih
menggunakan suatu strategi untuk berbagai jenis soal, atau menggunakan beberapa
strategi untuk suatu soal.
4. Siswa perlu dihadapkan pada masalah dengan cara
pemecahan yang belum dikuasainya (tidak biasa), dan mereka harus didorong untuk
mencoba berbagai alternatif pendekatan pemecahan.
5.
Prestasi atau kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berhubungan dengan tahap
perkembangan siswa. Oleh karena itu, tingkat kesukaran masalah yang diberikan
harus sesuai/patut dengan siswa. Menurut Reys, et.al. (1989), agar mengajar
pemecahan masalah lebih efektif, maka guru perlu memahami faktor-faktornyanya,
yaitu : waktu, perencanaan, sumber belajar-media, teknologi, serta pengelolaan
kelas. Waktu yang direncanakan harus efektif dan sesuai dengan kemampuan serta
proses berpikir siswa. Sebaiknya guru mampu memperkirakan waktu yang diperlukan
oleh siswa dalam menyelesaikan suatu soal maupun beberapa soal.
Seluruh
tahapan pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik meliputi : strategi guru,
sumber belajar : alat peraga atau media, serta teknologi. Berdasarkan teori
Piaget (Reys, et.al., 1989), karakteristik siswa sekolah dasar masih berpikir
operasional konkrit atau menurut Bruner (Reys, et.al., 1989), masih dalam tahap
enaktif dan ikonik. Oleh karena itu, guru perlu menyiapkan
alat-alat peraga manipulatif bagi siswa untuk digunakan dalam membantu memahami
dan memecahkan masalah.
Yang tidak
kalah penting juga adalah kemampuan guru dalam mengelola kelas termasuk
mengelola aktivitas siswa. Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran pemecahan
masalah baik secara individu, klasikal ataupun kelompok. Kegiatan pemecahan
masalah lebih cocok dengan seting kerja kelompok dimana siswa saling bertukar
pengetahuan dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini tidak hanya
dimaksudkan untuk efektivitas pembelajaran, tetapi juga agar siswa terbiasa
bekerja sama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Peran
Metakognisi dalam Pemecahan Masalah
Kesuksesan
seseorang dalam memecahkan masalah begantung kepada bagaimana ia mampu
mengendalikan kemampuan berpikirnya dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan
tersebut adalah Metakognisi. Metakognisi adalah istilah yang berkaitan dengan
pengetahuan dan keyakinan seseorang sebagai pembelajar serta bagaimana ia mengontrol
dan menyesuaikan pengetahuan dan keyakinannya. Dalam istilah lain metakognisi
adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol kemampuan berpikirnya atau ”thinking
about thinking”. Kemampuan metakognisi dapat diajarkan di kelas melalui
pernyataan menuntun seperti : ”apa yang kamu kerjakan ketika m emecahkan
masalah ?”; ”apa yang kamu pikirkan jika kamu merasa kesulitan atau tidak
memahami soal ?”.
Penilaian
dalam Pembelajaran Pemecahan Masalah
Penilaian untuk pemecahan masalah
dianggap lebih sulit daripada penilaian untuk kemampuan kognitif lainnya karena
harus mampu menilai keseluruhan proses pemecahan masalah disamping hasilnya.
Penilaian untuk pemecahan masalah harus berdasarkan tujuan. Jika soal disajikan
dalam bentuk masalah rutin dan non rutin, maka penilaian yang dilakukan
berkaitan dengan keduanya.
Menurut Reys, et.al. (1989),
beberapa metode penilaian yang dapat dilakukan adalah : (1) observasi, (2)
inventori dan ceklis, dan (3) paper and pencil test. Ketiga alat
penilaian ini dapat digunakan bersama-sama atau salah satunya bergantung kepada
tujuan penilaiannya. Hal senada juga diutarakan oleh Krulik dan Rudnik (1995)
berkaitan dengan metode penilaian untuk pemecahan masalah. Beberapa metode
penilaian yang dapat digunakan adalah : (1) observasi, (2) jurnal metakognitif,
(3) paragraf kesimpulan (Summary paragraph), test, portofolio. Tes yang
dilakukan dapat berbentuk pilihan ganda, masalah masalah terbuka (open ended),
dan pertanyaan kinerja untuk mengetahui apakah siswa dapat menyelesaikan masalah
dengan lengkap atau tidak. Tes kinerja ini, untuk penilaiannya dapat
menggunakan rubrik baik rubrik holistik maupun rubrik analitik.
Problematika Pembelajaran
Pemecahan Masalah di Sekolah Dasar
Pelaksanaan
pembelajaran pemecahan masalah terutama di sekolah dasar tidaklah mudah.
Perubahan paradigma dalam kurikulum matematika memang belum sepenuhnya berimbas
pada praktik pembelajaran di sekolah dasar. Guru masih fokus kepada pencapaian
kemampuan siswa dalam berhitung dan mengunakan rumus matematika, sementara
kemampuan pemecahan masalah siswa masih dianggap sebagai kemampuan ekstra atau
tambahan untuk siswa-siswa berprestasi tinggi. Berikut ini adalah berbagai
problematika yang sering terjadi di lapangan pada pembelajaran pemecahan
masalah yang secara umum disarikan sebagai berikut.
1. Persepsi Guru
Persepsi guru terhadap pemecahan
masalah memang sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh pengalaman dan
pengetahuan guru tentang konsep pemecahan masalah dan pembelajarannya. Guru
kadang memandang bahwa kemampuan memecahkan masalah dapat diberikan jika siswa
sudah mengasai seluruh konsep matematika, sehingga kadang-kadang diberikan di
akhir pembahasan suatu topik sebagai pelengkap topik tersebut. Pembelajaran
pemecahan masalah kadang-kadang tidak diberikan jika waktu tidak memungkinkan.
Guru merasa cukup dengan pembelajaran perhitungan. Guru juga beranggapan bahwa
masalah yang disajikan oleh guru hanya dalam bentuk soal cerita, padahal
masalah dapat disajikan dalam berbagai bentuk model soal. Guru menganggap bahwa
pembelajaran pemecahan masalah menyita waktu yang sangat banyak sehingga sering
mengganggu program pembelajaran.
2. Perencanaan
Pembelajaran Guru membuat perencanaan berdasarkan kurikulum sekolah (KTSP)
secara konvensional. Guru kurang memersiapkan pembelajaran untuk pemecahan
masalah sehingga pada pelaksanaannya penyelesaian soal-soal pemecahan masalah
hanya sekedar latihan soal-soal cerita.
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Guru melaksanakan pembelajaran
pemecahan masalah di akhir proses pembelajaran sebagai latihan soal cerita,
belum dianggap sebagai suatu tujuan pembelajaran secara khusus berupa
pendekatan pembelajaran. Guru biasanya mengajarkan tiga tahap penyelesaian soal
cerita, yaitu : menentukan apa yang diketahui, ditanyakan dan jawaban. Hal ini
tampak dari hasil pekerjaan siswa, walapun dari hasil uji coba soal cerita,
siswa-siswa langsung menjawab soal tanpa mengikuti langkah-langkah yang
ditentukan. Hal ini memang bergantung kepada cara guru mengajarkan
strategi-strategi pemecahan soal cerita. Keadaan ini menyebabkan siswa tidak
kretaif dalam menyelesaikan soal cerita. Siswa sering mengajukan pertanyaan
berkaitan dengan suatu soal cerita, seperti ”Pak, soal ini dikerjakan pake
rumus apa?”.
Semenetara itu, dalam kondisi
kelas dengan jumlah siswa yang banyak, guru sulit untuk merancang pembelajaran
secara berkelompok, padahal salah satu aspek kemampuan pemecahan masalah adalah
kemampuan bertukar pikiran dan informasi selama proses pemecahan masalah.
4. Penilaian Pembelajaran
Menilai kemampuan pemecahan
masalah tidak hanya dari hasilnya saja tetapi yang lebih penting adalah
kemampuan proses siswa dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, metode atau
teknik penilain harus mampu menilai kemampuan proses siswa seperti yang telah
dipaparkan pada bagian sebelumnya. Akan tetapi, guru jarang menggunakan
teknik-teknik penilaian yang seperti itu. Penilaian hanya dilakukan seperti
pada tes uraian biasa sehingga kurang mendeskripsikan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
5. Media atau Alat Peraga
Walaupun pemecahan masalah adalah
aktivitas kognitif, tetapi siswa sekolah dasar masih membutuhkan media atau
alat peraga selama aktivitas pemecahan masalah. Media yang sangat menentukan
adalah LKS yang dibuat oleh guru untuk memandu atau melatih siswa dalam menggunakan
langkah-langkah pemecahan masalah. Sementara alat peraga yang dapat digunakan
adalah alat-alat manipulatif untuk di eksplorasi siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah.
Akan tetapi,
kenyataannya, guru hanya menggunakan sajian soal dari buku yang kurang
memberikan ruang kreativitas siswa dalam memecahkan masalah. Sehingga LKS yang
tersedia hanya berupa langkah-langkah, seperti : ”Diketahui”; ”Ditanyakan”; dan
”Dijawab”. Sementara alat peraga manipulatif jarang digunakan.
TEORI BELAJAR POLYA
Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah sebagai
satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan
yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai, sedangkan menurut Utari (1994)
dalam (Hamsah 2003) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan
ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan didalam pembelajaran
matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut
mempunyai interpretasi yang berbeda, misalnya menyelesaikan soal cerita yang
tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Polya(1985)
mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan melakukan pengecekan
kembali semua langkah yang telah dikerjakan.
Fase memahami masalah tanpa adanya pemahaman terhadap
masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut
dengan benar, selanjutnya para siswa harus mampu menyusun rencana atau
strategi.
Penyelesaian masalah, dalam fase ini sangat tergantung
pada pengalaman siswa lebih kreatif dalam menyusun penyelesaian suatu masalah,
jika rencana penyelesaian satu masalah telah dibuat baik tertulis maupun tidak.
Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan masalah, sesuai dengan
rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Dan langkah terakhir dari proses
penyelesaian masalah menurut polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang
dilakukan. Mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Dengan model
seperti ini maka kesalahan yang tidak perlu terjadi dapat dikoreksi kembali
sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah
yang diberikan.
Tingkat kesulitan soal pemecahan masalah harus di
sesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Hasil penelitian Driscol (1982). Pada
anak usia sekolah dasar kemampuan pemecahan masalah erat sekali hubungannya
dengan pemecahan masalah. Disadari atau tidak setiap hari kita diperhadapkan
dengan berbagai masalah yang dalam penyelesaiannya, sering kita diperhadapkan
dengan masalah–masalah yang pelik dan tidak bisa diselesaikan dengan
segera. Dengan demikian, tugas guru adalah membantu siswa dalam menyelesaikan
masalah dengan spektrum yang luas yakni membantu siswa dalam memehami masalah,
sehingga kemampuan dalam memahami konteks masalah bisa terus berkembang
menggunakan kemampuan inguiri dalam menganalisa alasan mengapa masalah itu
muncul. Dalam matematika hal seperti itu biasanya berupa pemecahan masalah yang
didalamnya termuat soal cerita untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah hal yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan menyangkut
berbagai hal teknik dan strategi pemecah masalah,pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman merupakan elemen–elemen penting dalam
belajar matematika terkadang guru menghadapi kesulitan dalam mengajarkan cara
menyelesaikan masalah dengan baik. Sementara dipihak lain siswa mengalami
kesulitan bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan guru, kesulitan ini
muncul, karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin
dicapai, karena hanya terfokus pada jawaban.
A.
Perencanaan Mengajarkan Pemecahan Masalah
Mengajar
siswa untuk memecahkan masalah perlu perencanaan. Secara-garis besar,
perencanaan itu sebagai berikut.
(1)
Merumuskan tujuan.
Tujuan itu hendaknya menyatakan bahwa siswa akan mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin. Soal-soal yang serupa benar
hendaknya dihindarkan sebab soal-soal yang demikian itu menjadi bukan masalah
lagi bagi siswa tertentu.
(2)
Memerlukan pra-syarat.
Untuk menyelesaikan setiap masalah matematika, seorang
siswa memerlukan pra-syarat pengetahuan, keterampilan dan pemahaman. Guru harus
mengindentifikasi apa-apa yang sudah dipelajari siswa untuk suatu masalah sehingga
masalah-masalah yang cocok sajalah yang disajikan kepada para siswa
Misalnya
masalah berikut:
Buktikan
jumlah dua bilangan prima kembar yang bukan 3 dan 5 habis dibagi 6.
Prasyarat
yang perlu dimiliki seorang siswa untuk menyelesaikan masalah itu adalah bahwa
siswa itu sudah mengerti arti habis dibagi 6, bilangan prima dan bilangan prima
kembar. la sudah terampil menggunakan operasi membagi.
(3)
Mengajarkan Pemecahan Masalah.
Untuk belajar memecahkan masalah, para siswa harus
mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan masalah. Apabila mereka berhasil
menyelesaikan masalah, mereka perlu mendapatkan penghargaan. Jadi mereka perlu
mendapatkan pendekatan pedagogik untuk menyelesaikan masalah. Yang menjadi
pertanyaan ialah bagaimana seorang guru menyiapkan masalah-masalah untuk para
siswa dan bagaimana guru itu membuat para siswa tertarik dan suka menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Guru harus mempunyai bermacam-macam masalah yang cocok
sehingga bermakna bagi para siswanya. Sumber-sumber boleh diambil dari
buku-buku, majalah-majalah yang berhubungan dengan matematika sekolah. Berikan
masalah-masalah itu sebagai pekerjaan rumah. Pada suatu saat boleh juga para
siswa memilih sendiri masalah-masalah itu, mengerjakan masalah-masalah tersebut,
membicarakannya dan kemudian menyajikan penyelesaianya di depan kelas.
Masalah-masalah tersebut dapat dikerjakan secara individu atau kelompok.
Agar supaya para siswa tertarik dan suka menyelesaikan
masalah yang dihadapi perlu diberikan penghargaan. penghargaan itu dapat berupa
nilai atau penghargaan khusus lainnya. Pujian juga jangan dilupakan. Hal itu
semuanya merupakan cara yang efektif untuk mendorong keberhasilan, walaupun
banyak juga para siswa yang dengan senang hati menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi mereka memberikan penghargaan kepada diri mereka sendiri dengan
kcberhasilan mereka itu.
Pertanyaan berikutnya yang timbul : "Bagaimana
seorang siswa memulai menyelesaikan suatu masalah?" "Bagaimana
strategi yang dapat dilakukan?" "Kemampuan apa yang akan bermanfaat
baginya untuk menyelesaikan masalah itu?" Ketiga hal ini, secara
bersama-sama merupakan usaha untuk menemukan.Untuk dapat mengajarkan pemecahan
masalah dengan baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Waktu yang diperlukan, untuk menyelesikan masalah
sangat relatif artinya jika seseorang diperhadapkan dengan satu masalah dengan
waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya tidak dibatasi, maka
kecendrungannya, orang tersebut tidak akan mengkonsentrasikan fikirannya secara
penuh pada proses penyelesaian masalah yang diberikan.
Perencanaan, aktivitas pembelajaran dan waktu yang
diperlukan harus direncanakan serta dikoordinasikan, sehingga siswa memiliki
kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah dan
menganalisis serta mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih.
Sumber, buku matematika biasanya banyak memuat masalah
yang sifatnya hanya rutin, maka guru dituntut untu menyembunyikan
masalah-masalah lain sehingga dapat menambah soal pemecahan masalah.
Teknologi, sekalipun banyak kalangan yang tidak setuju
dengan penggunaan kalkulator disekolah akan tetapi pada hal tertentu dapat
digunakan, karena alat tersebut perlu dipertimbangkan penggunaannya.
C.
Langkah-langkah Penerapan strategi penyelesaian masalah menurut Polya.
Berbicara pemecahan masalah, kita tidak bisa terlepas
dari tokoh utamanya yaitu Polya. Menurut polya dalam pemecahan
masalah. Ada empat langkah yang harus dilakukan,
Keempat tahapan ini lebih dikenal dengan See (memahami
problem), Plan (menyusun rencana), Do (melaksanakan rencana) dan Check (menguji
jawaban), sudah menjadi jargon sehari-hari dalam penyelesaian problem sehingga
Polya layak disebut dengan “Bapak problem
solving.”
Gambaran
umum dari Kerangka kerja Polya:
1.
Pemahaman pada masalah (Identifikasi dari tujuan)
Langkah
pertama adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa anda memahaminya
secara benar. Tanyalah diri anda dengan pertanyaan :
a)
Apa yang tidak
diketahui?
b)
Kuantitas apa
yang diberikan pada soal?
c)
Kondisinya bagaimana?
d)
Apakah ada
kekecualian?
Untuk
beberapa masalah akan sangat berguna untuk
membuat
diagranmnya dan mengidentifikasi kuantitas-kuantitas yang diketahui dan
dibutuhkan pada diagram tersebut. Biasanya dibutuhkan membuat beberapa notasi (
x, a, b, c, V=volume, m=massa dsb ).
2.
Membuat Rencana Pemecahan Masalah
Kedua:
Carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui
yang memungkinkan anda untuk memghitung variabel yang tidak diketahui. Akan
sangat berguna untuk membuat pertanyaan: “Bagaimana
saya akan menghubungkan hal yang diketahui untuk mencari hal yang tidak
diketahui? “. Jika anda tak melihat hubungan secara langsung,
gagasan berikut ini mungkin akan menolong dalam membagi masalah ke sub masalah
- Membuat sub masalah
Pada
masalah yang komplek, akan sangat berguna untuk membantu jika anda membaginya
kedalam beberapa sub masalah, sehingga anda dapat membangunya untuk
menyelesaikan masalah.
- Cobalah untuk mengenali sesuatu yang sudah
dikenali.
Hubungkan
masalah tersebut dengan hal yang sebelumnya sudah dikenali. Lihatlah pada hal
yang tidak diketahui dan cobalah untuk mengingat masalah yang mirip atau
memiliki prinsip yang sama.
- Cobalah untuk mengenali polanya.
Beberapa
masalah dapat dipecahkan dengan cara mengenali polanya. Pola tersebut dapat
berupa pola geometri atau pola aljabar. Jika anda melihat keteraturan atau
pengulangan dalam soal, anda dapat menduga apa yang selanjutnya akan terjadi
dari pola tersbut dan membuktikannya.
- Gunakan analogi
Cobalah
untuk memikirkan analogi dari masalah tersebut, yaitu, masalah yang mirip,
masalah yang berhubungan, yang lebih sederhana sehingga memberikan anda
petunjuk yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang lebih sulit. Contoh,
jika masalahnya ada pada ruang tiga dimensi, cobalah untuk melihat masalah
sejenis dalam bidang dua dimensi. Atau jika masalah terlalu umum, anda dapat
mencobanya pada kasus khusus
- Masukan sesuatu yang baru
Mungkin
suatu saat perlu untuk memasukan sesuatu yang baru, peralatan tambahan, untuk
membuat hubunganantara data dengan hal yang tidak diketahui.Contoh, diagram
sangat bermanfaat dalam membuat suatu garis bantu.
- Buatlah kasus
Kadang-kadang
kita harus memecah sebuah masalah kedalam beberapa kasus dan pecahkan setiap
kasus terbut.
- Mulailah dari akhir (Asumsikan Jawabannya)
Sangat
berguna jika kita membuat pemisalan solusi masalah, tahap demi tahap mulai dari
jawaban masalah sampai ke data yang diberikan
3.
Malaksanakan Rencana
Ketiga.
Menyelesaikan rencana anda.
Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah
kedua, kita harus memeriksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara
detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Sebuah persamaan
tidaklah cukup!
4.
Lihatlah kembali
Keempat.
Ujilah solusi yang telah didapatkan.
Kritisi hasilnya. lihatlah kelemahan dari solusi yang
didapatkan (seperti: ketidak konsistenan atau ambiguitas atau langkah yang
tidak benar )
Pada saat guru menggunakan strategi ini, sebaiknya
ditekankan bahwa penggunaan objek yang dicontohkan dapat diganti dengan satu
model yang lebih sederhana, misalnya :
Membuat
gambar atau diagram.
Penekanan ini perlu dilakukan bahwa gambar atau
diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu aktual,
yang penting bagian-bagian terpenting dari gambar itu dapat memperjelas
masalah.
Menemukan
pola
Kegiatan
matematika yang berkaitan dengan proses menemukan suatu poladari sejumlah data
yang diberikan, dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau
bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan antara lain dengan
mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh kumpulan gambar atau
bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk pemecahan masalah,
pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui
permasalahan yang dikeluarkan oleh guru, pada suatu saat keterampilan itu akan
terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat menghadapi permasalahan
tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada benak seseorang antara
lain adalah :”Adakah pola atau keteraturan tertentu yang mengaitkan
tiap data yang diberikan?”. Tanpa melalui latihan sangat sulit bagi
seseorang untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat
pola yang bisa diungkap.
Membuat
tabel
Mengorganisasi
data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam mengungkapkan suatu pola
tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap.
Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan
klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila muncul
pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan mudah
menggunakan data tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan
dengan baik.
Memperhatikan
semua kemungkinan secara sistematik
Strategi
ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar
tabel. Dalam menggunakan strategi ini, kita tidak perlu memperhatikan
keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi.Yang kita perhatikan adalah semua
kemungkinan yang diperoleh dengan cara sistematik. Yang dimaksud sistematik
disini misalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan kategori
tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita
harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.
Strategi
kerja mundur
Suatu
masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu
sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang
ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal. Penyelesaian
masalah seperti ini biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan strategi
mundur.
Contoh:
Bagas
dan Soni berencana untuk makan di warung Pak Bimo dan pergi latihan softball
bersama. Latihan softball dimulai pukul 10.00. Bagas memerlukan waktu ¾ jam
untuk menjemput Soni dan pergi ke warung Pak Bimo dekat lokasi latihan
softball. Untuk makan dan berjalan ke lokasi latihan diperlukan waktu 1 ¼ jam.
Mereka ingin tiba di lokasi latihan 15 menit sebelum di mulai. Pukul berapa
Bagas seharusnya meninggalkan rumahnya?
Jawab:
1.
Pemahaman pada masalah (Identifikasi dari tujuan)
Diketahui:
a.
softball dimulai pukul 10.00
b.
Menjemput Soni ¾ jam
c.
makan dan berjalan ke lokasi latihan 1 ¼ jam
d.
ingin tiba di lokasi latihan 15 menit sebelum di mulai.
e.
Pukul berapa Bagas seharusnya meninggalkan rumahnya?
2.
Membuat Rencana Pemecahan Masalah
Bekerja
mundur salah satu langkah pemecahan masalah ini yang efektif dan efisien yaitu
mulai dari pukul 10.00 kemudian dikurangi 15 menit dikurangi pula 1 ¼ jam
selajutnya dikurangi lagi ¾ jam.
3.
Malaksanakan Rencana
Dengan
memperhatikan rencana pemecahan masalah yang telah dibuat maka dapat dihitung
sebagai berikut:
Dimulai
pukul 10.00. Tiba di lokasi 10.00-15 menit = 9.45
Makan
dan berjalan 9.45 – 1.15 = 8.30
Menjemput
Soni dan ke warung 8.30-45 menit = 7.45
Jadi
Bagas meninggalkan rumah pukul 7.45
4.
Lihatlah kembali
Dengan
memeriksa setelah mendapatkan hasilnya dapatlah dicek kebenarannya dengan
memulai berangkat dari pukul 7.45 kemudian menambahkan ¾ jam = 7.45 + 45 = 8.30
selajutnya 8.30 dijumlahkan dengan 1 ¼ jam = 8.30 + 1.15 = 9.45 . Hal ini
berarti bahwa benar tiba 15 menit sebelum pukul 10.00 sehingga lebih yakinlah
peserta didik bahwa jawaban yang dicari benar.
Menggunakan
kalimat terbuka
Strategi
ini juga termasuk sering diberikan dalam buku matematika sekolah dasar.
Walaupun strategi ini termasuk sering digunakan, akan tetapi pada langkah awal
anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai.
Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan
strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar unsur yang terkandung di dalam
masalah dapat dilihat secara jelas. Setelah itu baru dibuat kalimat
terbukanya.
D.
Aplikasi Pemecahan Masalah Polya Dalam Pembelajaran Matematika
Contoh
: Seorang guru mengajukan masalah dengan meminta siswa untuk menjumlahkan 100
bilangan asli yang pertama.
Jika
siswa tersebut menjumlahkan angka 1,2,3...100 maka akan menyita waktu yang
cukup lama untuk menemukan jawabannya, akan tetapi dengan menggunakan
langkah-langkah pemecahan masalah maka waktu yang digunakan cukup cepat.
Memahami
masalah : bilangan 1,2,3,4...100 dengan demikian masalah yang muncul adalah
1+2+3...+100 = ....?
Merencanakan
penyelesaian, salah satu strategi yang diterapkan adalah mencari kemungkinan
adanya satu pola.Untuk menyelesaikan masalah ini bila dilakukan pola seperti :
1 + 2 + 3 + ............. + 100 = x
100
+ 99+98+...............+ 1= x
101
+101+101 + ..........+101 = 2x
Karena
jumlah nya 101maka ada 100 pasang bilangan yang berjumlah 101.
Menyelesaikan
masalah, jika terdapat 100 pasang bilangan 101, maka hasilnya adalah 2x, maka
akan di peroleh 100 x 101 = 2X
X
= 1010/ 2
X = 5050
Memeriksa
kembali, metode yang digunakan secara matematika sudah benar. Sebab penjumlahan
dapat dilakukan dalam urutan yang berbeda dan perkalian adalah penjumlahan yang
berulang.
Jika
masalah umum muncul, tentukanlah jumlah n bilangan asli yang pertama :
1
+ 2 + 3 ... + n. Dengan n bilangan asli. Jika merupakan bilangan genap,
maka cara seperti sebelumnya dapat digunakan
1 + 2 + 3 + . . . . . . . . . .+ n = X
n + ................. .3 + 2 + 1 = X

(n
+ 1
)
=2X
pasangan
bilangan yang masing-masing berjumlah n + 1. Sebanyak n maka dengan
demikian jumlah keseluruhan didapat ( n / 2 ) ( n + 1 ).
4)
Melihat Kembali Penyelesaian
Langkah
"melihat kembali" untuk melihat apakah penyelesaian yang kita peroleh
sudah sesuai dengan ketentuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi
merupakan langkah terakhir yang penting. Terdapat empat komponen untuk mereviu
suatu penyelesaian sebagai berikut.
1)
Kita cek hasilnya.
2)
Kita
intepertasikan jawaban yang kita peroleh.
3)
Kita bertanya
kepada diri kita sendiri, apakah ada cara lain untuk mendapatkan penyelesian
yang sama.
4)
Kita bertanya
kepada diri kita sendiri apakah ada penyelesaian yang lain ?
Perlu
kita sadari janganlah kita langsung mengharapkan dapat menjawab benar untuk
semua masalah. Menyelesaikan masalah memerlukan waktu dan berkelanjutan, tidak
terpenggal-penggal dalam proses berpikir kita. Namun bila pendekatan yang kita
gunakan tepat, nampaknya masalah yang sulit kadang-kadang berubah menjadi
masalah yang mudah.
B.
Karakteristik Bagi Orang Yang Mampu Melakukan Problem Solving
Pemecahan
masalah telah dilakukan beberapa puluh tahun yang lalu diantaranya di lakukan
oleh Dodson (1971); Hollander (1974) dalam Wono Setya Budi (2005:3).
Menurut mereka kemampuan pemecahhan masalah yang harus ditumbuhkan
adalah :
1)
Kemampuan
mengerti konsep dan istilah matematika.
2)
Kemampuan untuk
mencatat kesamaan, perbedaan dan analog.
3)
Kemampuan untuk
mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar.
4)
Kemampuan untuk
mengetahui hal yang tidak berkaitan.
5)
Kemampuan
menaksir dan menganalisa.
6)
Kemampuan
mengvisualisasi dan menginterpretasi kuantitas.
7)
Kemampuan untuk
memperumum berdasarkan beberapa contoh.
8)
Kemampuan untuk
berganti metoda yang di ketahui.
Selain
kemampuan di atas, siswa mempunyai keadaan yang tentu untuk masa yang akan
datang sehingga dengan percaya diri dapat mengembangkan kemampuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie.Nahrowi.(2006)PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA.Bandung.UPIPRESS
BSNP
(2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta
: BSNP.