orange ku

orange ku
AKU MENYUKAI WARNA ORANGE

Senin, 29 Juli 2013

AKU INGIN ADA SESEORANG LAKI LAKI BAIK DARI ALLAH MENGUCAPKAN INI DIDEPAN WALIKU

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi­Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku datang pada kalian untuk mengungkapkan keinginan kami melamar putri kalian –Sasmamonia binti Jailani

sayap yang tak mengepak bersama

Ya Allah, ridhakanlah hati ini atas semua mimpi yang tak menyata. Ikhlaskanlah atas  harap paruh sayap jiwa yang tak mengepak bersama. Ampuni atas segala dosa yang mewarnai hati yang tak mampu hamba hindari. Dan karuniakanlah nikmat dengan pengganti yang jauh lebih baik, bagi diri terutama bagi dakwah dan agama ini. Engkau yang menganugerahkan cinta, maka hanya Engkau juga yang mampu menghapusnya. Mudahkan langkah kaki ini untuk mengayun mantap di jalan-Mu,, seberapapun beratnya dera yang terjadi pada raga. Karena hamba cinta Kau ya Rabb.. Dengan sebenar-benar cinta.. Dan semoga tak ada dusta yang mengaburkan maknanya

Sabtu, 13 Juli 2013

untukku

hadiahkan aku alkahfi

kamu cantik

kamu cantik.
aku tak jemu menunduk saat melihatmu.

kamu jelita.
aku malu menemukan diriku melawan pandangan ke arahmu
kamu indah.
aku menyesal memikirkanmu.
kamu manis.
sebaiknya aku menghindarimu.
kamu tidak pakai jilbab, bajumu ketat, aurat mu tampak, akhlaqmu jauh dari kecantikanmu.
itu masalahnya.

seandainya kamu menutup aurat, akhlaqmu alquran, bicaramu dakwah.
aku juga harus tetap menjaga pandanganku.
karena itu perintah Tuhan


langit dan bumi

sekiranya ada jenjang menuju langit, sudah aku tinggalkan bumi yang kejam ini

Minggu, 07 Juli 2013

Ayah..Lamarkan Dia Untukku



Muslimahzone.com – Di dunia ini, banyak sekali kisah cinta yang mengagumkan. Di antaranya adalah kisah berikut ini, kisah cinta seorang ustadz “istimewa” dan seorang ustadzah pengajar AL-Quran yang dipublikasikan oleh Saudi Gazette pada 18 Februari 2010. Berikut sekilas tentang kisah cinta istimewa kedua insan tersebut:
***
Abdullah, pernah hampir mati tenggelam di kolam renang di sebuah club olahraga di Jeddah, Arab Saudi. Dia tenggelam di dalam air selama 15 menit. Hal itu menyebabkan kerusakan besar pada otaknya yang mengakibatkan ia lumpuh.
Insiden itu membuat hidupnya berubah total, ia memutuskan untuk mengabdikan dirinya untuk Islam.
Kisah cinta yang istimewa ini dimulai ketika Abdullah Bani’mah, yang tubuhnya benar-benar lumpuh, hadir dalam sebuah program televisi untuk berceramah menyampaikan pesan-pesan Islam di beberapa negara di dunia.
Suatu hari akhwat yang kelak menjadi istrinya menonton acara TV tersebut. Ia kagum pada Abdullah. Dengan segera ia mengatakan kepada ayahnya bahwa ia ingin menikahi Abdullah karena ia mengaguminya sebab keberaniannya dan keikhlasannya menjalani kelumpuhannya dan karena dedikasinya terhadap Islam.
Tak lama mimpi sang gadis menjadi kenyataan, ia dan Abdullah menikah dengan bahagia. Kerabat dan kawan mereka memberikan selamat pernikahan kepada mereka di Al-Salam Wedding Hall di Jeddah.
Dhaiffal bin Saad al-Ghamadi, ayah pengantin wanita (istri Abdullah), mengatakan:
“Putriku, yang bekerja sebagai guru di salah satu sekolah tahfidz Al-Quran di Jeddah, memilih Abdullah berdasarkan keinginannya sendiri. Setelah bersikeras ia ingin menikahinya, Saya tunduk pada keinginannya.”
Dhaifallah mengatakan alasan mengapa putrinya ingin menikahi Abdullah bahwa alasannya adalah karena agar mereka berdua bisa saling bahu-membahu di jalan Allah.
Omar Banamh, ayah pengantin pria, mengatakan: 
“Saya tidak tahu harus berkata apa-apa melainkan berdoa kepada Allah untuk memahkotai pernikahan ini dengan memberkahi mereka dengan keturunan yang shalih.”
Dia mengatakan bahwa ia berharap Abdullah bisa melihat anak-anaknya lahir dan tumbuh dengan normal.
Abdullah sangat gembira akan pernikahannya ini.
“Pada awalnya Saya tidak percaya ini adalah keinginannya. Dia sangat mengejutkanku. Saya tidak akan pernah melupakan kemuliaan dirinya dan bersikeras menerima saya sebagai suaminya. Saya berdoa kepada Allah setiap siang dan malam untuk membuat saya mampu membahagiakannya sepanjang hidup saya,” katanya.
Dia mengatakan bahwa ia tidak akan pernah melupakan banyaknya orang yang hadir untuk mendoakan pernikahan bahagianya.

Nikmat Menikah: Malam Jum’at, Ya Baca Al Kahfi Bersama



MuslimahZone.com – Menikah adalah sunnah Nabi yang dapat menyempurnakan separuh agama. Menikah, juga mendatangkan ketenangan (sakinah) dan kebahagiaan (sa’adah). Sakinah bukan hanya karena cinta yang bersifat fisik (mawaddah), tetapi juga dikuatkan dengan cinta yang bersifat non fisik (rahmah). Kesemuanya merupakan nikmat tersendiri dari Allah, yang hanya bisa dirasakan oleh insan yang telah menikah.
Di malam Jum’at misalnya. Ada banyak kesempatan mendulang pahala bagi suami dan istri, yang tidak didapatkan oleh orang yang belum menikah.
Bagi semua muslim, membaca surat Al Kahfi di hari Jum’at adalah sunnah. “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at,” sabda Rasulullah yang diriwayatkan Al Hakim dan Al Baihaqi serta dishahihkan Al Albani, “maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum’at.”
Tetapi… bagi pasangan suami dan istri, membaca surat Al Kahfi bersama di malam Jum’at, saling menyimak, adalah kenikmatan tersendiri. Pahala sunnah membaca surat Al Kahfi didapat, ketenangan didapat, dan penguatan cinta juga didapat. Sebab –sekali lagi- cinta dalam Islam bukan hanya karena faktor fisik semata (mawaddah), cinta juga memiliki sisi non fisik (rahmah) yang tidak bergantung pada ketertarikan wajah dan tubuh. Beribadah bersama, menunaikan amal shalih bersama, menghidupkan rumah dengan sunnah, adalah penumbuh dan penguat cinta.
Jika membaca surat Al Kahfi dan bersalawat adalah amal sunnah yang bisa ditunaikan siapa saja, ada satu hal yang tidak bisa dikerjakan kecuali oleh mereka yang sudah menikah. Sebuah amal berpahala besar sekaligus membawa nikmat seketika. Para sahabat sempat terkejut ketika Rasulullah mensabdakan bahwa berhubungan badan dengan istri adalah sedekah. “Wahai Rasulullah, apakah kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala?” Rasulullah –sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim- pun menjawab: “Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Oleh karenanya jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala.”
Bahkan, sebagaian ulama berpendapat, “bercinta” di malam Jum’at mendapatkan keutamaan tambahan, selain pahala seperti yang disebutkan Rasulullah tersebut.
“Barangsiapa (yang menggauli istrinya) sehingga mewajibkan mandi pada hari Jum’at kemudian diapun mandi, lalu bangun pagi dan berangkat (ke masjid) pagi-pagi, dia berjalan dan tidak berkendara, kemudian duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama tanpa sendau gurau, niscaya ia mendapat pahala amal dari setiap langkahnya selama setahun, balasan puasa dan shalat malam harinya.” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad)
Hadits tersebut menggambarkan betapa besarnya balasan pahala bagi orang yang melakukannya. Yakni “bercinta”, mandi, bangun pagi, berangkat awal ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at, duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama. Pahala dalam hadits ini diberikan kepada orang yang melakukan paket enam amal itu, tidak terpisah-pisah. Namun demikian, tergambarlah keutamaan “bercinta” di malam Jum’at.
Memang ada yang berpendapat bahwa sunnah dalam hadits tersebut adalah “bercinta” pada hari Jum’at (pagi), mengingat mandi Jum’at itu dimulai setelah terbit fajar di hari Jum’at. Namun yang lebih populer adalah “bercinta” di malam Jum’at, sedangkan mandinya bisa saja saat terbit fajar sebelum menunaikan Shalat Shubuh berjama’ah.
Abu Umar Basyir di dalam bukunya Sutra Ungu menambahkan, “Di negara yang menerapkan libur pada hari Jum’at, tentu tidak masalah jika seseorang ingin berhubungan seks pada hari itu. Lalu bagaimana di negara yang menetapkan hari Jum’at sama seperti hari-hari kerja lainnya? Bagaimanapun, hukum sunah tetap saja sunah. Jadi itu hanya soal kesempatan melakukannya saja. Jika mampu dilakukan, Insya Allah membawa berkah. Di situlah, manajemen waktu berhubungan seks menjadi perlu diatur. Karena itu bisa saja dilakukan menjelang subuh, atau sesudah shalat Subuh. Tiap pasutri tentu lebih tahu mana saat yang paling tepat.” Wallaahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]

Istri-Istri Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam




MuslimahZone.com – Salah satu aturan syariat yang hanya berlaku untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau diizinkan untuk menikahi lebih dari 4 wanita. Setiap orang yang memahami sejarah dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar, akan berkesimpulan, pernikahan yang beliau lakukan sangat sarat dengan tujuan yang mendukung dakwah.
Beliau pernah melangsungkan akad nikah dengan 13 wanita. Dua diantaranya meninggal sebelum beliau: Khadijah dan Zainab bintu Khuzaimah. Dua istri beliau belum dikumpuli, yang ini tidak kita bahas. Sisanya, sembilan istri beliau lainnya yang bertahan hingga beliau wafat.
Pembahasan kita arahkan untuk 11 ummahatul mukminin, para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang membangun keluarga bersama beliau,
1. Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza. Dia adalah kakeknya Zubair bin Awwam
Ibunya: Fatimah bintu Zaidah bin Al-Asham. Dia adalah bibi sahabat Ibnu ummi Maktum.
Ahli sejarah berbeda pendapat, apakah khadijah menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan janda, ataukah masih gadis. Sebagian mengisyaratkan bahwa Khadijah masih gadis, diantaranya Abu Nuaim Al-Ashbahani dalam Dalail An-Nubuwah (1/178).
Ulama berbeda pendapat tentang usia khadijah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keterangan yang sering kita dengar, beliau menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di usia 40 tahun. Berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Sa’d dalam At-Thabaqat Al-Kubro, dari Al-Waqidi. Dalam riwayat itu dinyatakan:
وتزوجها رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو بن خمس وعشرين سنة وخديجة يومئذ بنت أربعين سنة ولدت قبل الفيل بخمس عشرة سنة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya (Khadijah) ketika beliau berusia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40 tahun.” (Thabaqat Ibn Sa’d, 1/132)
Akan teteapi dalam riwayat Al-Hakim dengan sanadnya, dari Muhammad Ibnu Ishaq, beliau menyatakan:
وكان لها يوم تزوجها ثمان وعشرون سنة
“Pada hari pernikahannya (Khadijah), beliau berusia 28 tahun.” (Al-Mustadrak Al-Hakim, 11/157)
Kemudian dalam Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir mengatakan
نقل البيهقي عن الحاكم أنه كان عمر رسول الله صلى الله عليه و سلم حين تزوج خديجة خمسا وعشرين سنة وكان عمرها إذ ذاك خمسا وثلاثين وقيل خمسا وعشرين سنة
“Dinukil oleh Al-Baihaqi dari Al-Hakim bahwa usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menikah dengan Khadijah adalah 25 tahun, sedangkan usia Khadijah ketika itu adalah 35 tahun, ada juga yang mengatakan, 25 tahun…” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2/295)
Allahu a’lam, tidak ada acuan yang cukup menenangkan dan meyakinkan dalam hal ini, karena itu kita tidak perlu terlalu mendalami. Lebih dari itu, orang tidak jadi sesat gara-gara salah dalam menentukan tahun pernikahan Khadijah.
Khadijah merupakan istri pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan selama beliau bersama Khadijah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpoligami sampai Khadijah meninggal. Dan semua putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berasal dari pernikahannya dengan Khadijah, termasuk diantaranya Fatimah istri Ali bin Abi Thalib, putri bungsu dari Khadijah. Kecuali satu, Ibrahim. Ibrahim berasal dari ibu Mariyah Al-Qibthiyah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memuji beberapa wanita, diantaranya khadijah,
حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ العَالَمِينَ: مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ
Cukup bagimu 4 wanita pemimpin dunia: Maryam bintu Imran (Ibunda nabi Isa), Khadijah bintu Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad, dan Asiyah Istri Fir’aun. (HR. Ahmad 12391, Turmudzi 3878, dan sanadnya dishahihkan Syuaib Al-Arnauth)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering menyebut nama Khadijah, sampai A’isyah radhiyallahu ‘anha mengatakan tentang Khadijah,
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ ، هَلَكَتْ ( أي : ماتت ) قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي لِمَا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا
Aku tidak pernah cemburu terhadap semua istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana aku cemburu kepada Khadijah. Beliau meninggal sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku, namun aku sering mendengar beliau menyebut-nyebut Khadijah. (Khadijah 3815)
2. Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Zam’ah bin Qois bin Abdi Wud
Ibunya: As-Syamus bintu Qois bin Amr. Secara nasab, ibunya merupakan sepupu Abdul Muthalib dari jalur ibu. Sehingga Saudah dengan Abdullah (ayah Nabi) adalah sepupu kedua (mindoan).
Sebelumnya, Saudah menikah sepupunya, Sakran bin Amr. Beliau masuk islam bersama suaminya dan ikut hijrah ke habasyah. Sepeninggal Sakran, Saudah menjadi janda tanpa keluarga yang melindunginya. Sampai akhirnya dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di usia yang sudah cukup tua. Ketika itu, Saudah telah memiliki 6 putra.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Syawal tahun 10 kenabian (sekitar 3 tahun sebelum hijrah), sebulan sepeninggal Khadijah radhiyallahu ‘anha. (Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir, 3/149).
Ketika sudah cukup tua, Saudah menyerahkan jatah gilir malamnya untuk A’isyah. Dengan harapan, Saudah bisa tetap menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai meninggal, sehingga bisa menemani beliau di surga. Terkait peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya disuratAn-Nisa ayat 128.
Beliau meninggal di Madinah tahun 54 H. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 471)
3. A’isyah bintu Abi Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma
Beliau dilahirkan 4 tahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Ayahnya seorang As-Shiddiq yang banyak menemani perjuangan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Ummu Ruman bintu Amir bin Uwaimir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi A’isyah di bulan syawal tahun 11 setelah kenabian. Dua tahun 5 bulan sebelum hijrah dan setahun setelah beliau menikahi Saudah. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 471)
Paraahli sejarah berbeda pendapat tentang usia Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pendapat yang makruf, beliau menikah di usia 6 tahun, dan baru kumpul di usia 9 tahun. Sebagaiaman keterangan Aisyah sendiri tentang dirinya,
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun. (HR. Bukhari 3894 & Muslim 1422)
Namun keterangan A’isyah ini dipertanyakan. Karena beliau menyampaikan keterangan ini setelah di usia cukup tua dan ketika itu angka tahun kurang diperhatikan. Karena itulah ada sebagian ulama yang membandingkannya dengan usia Asma (saudari Aisyah). Ibnu Hajar menegaskan selisih usia Asma dengan A’isyah adalah 10 tahun lebih tua.
Sementara Abu Nuaim meriwayatkan bahwa usia Asma ketika hijrah ke Madinah 27 tahun. Artinya, ketika hijrah, Aisyah berusia 17 tahun.Adajuga yang mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah di usia 13 tahun, dan baru kumpul di usia lebih dari itu.
Beliaulah satu-satunya istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi dalam kondisi masih gadis. (HR. Bukhari 5077). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi A’isyah di usia muda, atas perintah Allah melalui mimpi beliau. Dan mimpi nabi adalah wahyu.
A’isyah, wanita yang berakhlak mulia dan sangat cerdas. Sebagian ulama mengatakan, A’isyah adalah wanita yang paling paham tentang ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di seluruh dunia. Karena jasa besar A’isyah, kita bisa mengetahui banyak sunah di rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meriwayatkan sekitar 2210 hadis, 316 diantaranya terdapat dalam shahih Bukhari & Muslim.
Terkait A’isyah, Allah menurunkan firman-Nya disuratAn-Nur. Allah membersihkan nama baik Aisyah dari tuduhan orang munafik bahwa beliau telah selingkuh. A’isyah adalah wanita baik-baik yang tidak mungkin melakukan demikian. Anehnya, orang-orang syiah masih menuduh A’isyah sebagai zaniah (pezina) – wal’iyadzu billah – yang ini menunjukkan bahwa mereka kufur terhadapsuratAn-Nur.
Beliau meninggal pada tanggal 17 Ramadhan, tahun 57 H. ada yang mengatakan, tahun 58 H. dan jenazah beliau dimakamkan di Baqi’, yang sampai saat ini menjadi incaran orang syiah. Mereka menggali kuburan A’isyah dan ingin mereka rusak. Semoga Allah meridhai A’isyah dan menghancurkan makar syiah.
4. Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma
Ayahnya seorang sahabat yang luar biasa. Ibunya juga seorang sahabiyah, namanya Zainab bintu Madz’un bin Wahb. Artinya, ibunya Hafshah adalah saudara dari Utsman bin Madz’un, seorang sahabat mulia yang pernah ingin mengebiri dirinya agar bisa fokus ibadah, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya.
Sebelumnya, Hafshah menikah dengan Khunais bin Khudzafah As-Sahmi. Bersama suaminya, beliau masuk islam dan ikut hijrah ke Habasyah. Sahabat Khunais bin Khudzafah pernah ikut perang Badr dan perang Uhud. Pada perang Uhud beliau terkena luka yang mengantarkan pada kematiannya, semoga Allah meridhai beliau.
Beliau menjanda sepeninggal suaminya Khunais bin Khudzafah As-Sahmi antara tahun 2 – 3 hijriyah. Sebagian ahli sejarah mengatakan, ketika itu, usia Hafshah baru menginjak 20 tahun. Setelah selesai masa iddah, Umar sang ayah yang bertanggung jawab, segera mencarikan suami penggantinya. Beliau menawarkan ke Utsman, namun Utsman belum berkeinginan menikah karena baru ditinggal mati istrinya. Umarpun menawarkan ke Abu Bakr, namun beliau tidak menggapinya, hingga Umarpun marah kepada Abu Bakr. Sampai akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminangnya.
Setelah Hafshah dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr menemui Umar dan bertanya, ‘Apakah kamu marah dengan sikapku kemarin?’ ‘Ya.’ Jawab Umar. Kemudian Abu Bakr menjelaskan alasannya,
فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا عَرَضْتَ إِلا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا ، فَلَمْ أَكُنْ لأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَلَوْ تَرَكَهَا لَقَبِلْتُهَا
Tidak ada sebab yang membuatku tidak merespon tawaranmu, selain karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshah. Dan Aku tidak layak membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika beliau tidak berkeinginan menikahi Hafshah, niscaya akan aku terima. (HR. Bukhari 4005)
Hafshah dikenal sebagai wanita yang ahli ibadah. Sehingga beliau disebut Shawwamah(wanita rajin puasa) danqawwamah(wanita rajin shalat malam). Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga. (HR. Al-Hakim 6753, beliau shahihkan dan didiamkan oleh Adz-Dzahabi).
Beliau pernah mengemban amanah yang luar biasa, menjaga mushaf yang telah ditulis di zaman Abu Bakr dan Umar. Karena Hafshah terkenal dengan hafalan qurannya.
Hafshah wafat di bulan Sya’ban tahun 45 H di Madinah, di usia 60 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Baqi. Beliau meriwayatkan sekitar 60 hadis yang terdapat dalam shahih Bukhari & Muslim.
Hafshah merupakan salah satu istri Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling banyak dicela orang syiah. Semoga Allah meridhai Hafshah dan membinasakan makar syiah.
5. Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Khuzaimah bin Harits bin Abdullah. Ibunya: Hindun bintu Auf bin Zuhair. Beliau dikenal sebagai ibu yang memiliki banyak menantu manusia mulia. Diantara menantu beliau: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Ja’far, Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Abbas bin Abdul Muthalib.
Beliau bergelar Ummul Masakin, karena sangat belas kasih dengan orang miskin dan banyak bergaul dengan mereka. Sebelumnya, beliau bersuami Abdullah bin Jahsy radhiyallahu ‘anhu. Kemudian Abdullah meninggal di perang Uhud. Di tahun 4 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya. Namun usia pernikahan beliau tidak lama. Setelah tiga bulan berlangsung, Zainab menuju rahmat Allah, di bulan rabiul akhir, tahun 4 H. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazahnya dan beliau dimakamkan di Baqi.
6. Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyahradhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Abu Umayyah, Hudzaifah bin Mughirah. Seorang pemuka Quraisy. Ibunya: Atikah bintu Amir bin Rabi’ah.
Ummu Salamah, sebelumnya menjadi istri Abu Salamah radhiyallahu ‘anhuma. Bersama Abu Salamah beliau memiliki beberapa anak. Pada tahun 4 H, kesedihan melanda keluarganya. Abu Salamah, sang suami tercinta meninggal dunia. Namun dia tidak hanyut dalam kesedihannya. Dia teringata pesan Nabi agar membaca satu doa ketika tertimpa musibah,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي ، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, ya Allah, berikanlah pahala atas musibah yang menimpaku dan gantikanlah aku dengan yang lebih baik.
Karena siapa yang membaca doa ini akan Allah gantikan yang lebih baik. Ketika hendak berdoa, wanita solihah ini bergumam,
أُعَاضُ خَيْرًا مِنْ أَبِي سَلَمَةَ؟ ثُمَّ قُلْتُهَا، فَعَاضَنِي اللَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَآجَرَنِي فِي مُصِيبَتِي
“Saya diberi ganti yang lebih baik dari pada Abu Salamah? Akupun tetap membacanya. kemduian Allah gantikan suami untukku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah berikan pahala untuk musibahku.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi pengganti Abu Salamah untuknya. (HR. Muslim 918).
Terkenal dengan wannita cerdas, memberi saran suaminya dan mendukung dakwah suaminya. Lebih dari itu, beliau dikenal wanita yang menawan. A’isyah mengungkapkan isi hatinya terkait Ummu Salamah,
لَمَّا تَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ سَلَمَةَ حَزِنْتُ حُزْنًا شَدِيدًا لِمَا ذَكَرُوا لَنَا مِنْ جَمَالِهَا ، قَالَتْ : فَتَلَطَّفْتُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُهَا ، فَرَأَيْتُهَا وَاللَّهِ أَضْعَافَ مَا وُصِفَتْ لِي فِي الْحُسْنِ وَالْجَمَالِ ، قَالَتْ : فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِحَفْصَةَ ، وَكَانَتَا يَدًا وَاحِدَةً ، فَقَالَتْ : لا وَاللَّهِ إِنْ هَذِهِ إِلا الْغَيْرَةُ
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Ummu Salamah, aku sangat sedih sekali. Karena banyak orang menyebut kecantikan Ummu Salamah. Akupun mendekatinya untuk bisa melihatnya. Setelah aku melihatnya, demi Allah, dia jauh-jauh lebih cantik dan lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Akupun menceritakannya kepada Hafshah – mereka satu kubu – kata Hafshah, “Tidak perlu cemas, demi Allah, itu hanya karena bawaan cemburu.” (Thabaqat Al-Kubro Ibn Sa’d, no. 9895)
Beliau meriwayat sekitar 13 hadis yang terdapat dalam shahih Bukhari & Muslim.
Beliau wafat tahun 59 H, ada yang mengatakan, 62 H, di usia 84 tahun. Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling terakhir meninggal. Jenazah beliau dimakamkan di Baqi.
7. Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha
Beliau masih kerabat dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibu beliau, Umaimah bintu Abdul Muthalib adalah saudari ayah nabi, Abdullah. Sehingga zainab adalah sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Zainab dan Anak Angkat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sebelum diutus sebagai nabi, Rasulullah memiliki anak angkat bernama Zaid. Hingga orang menyebutnya, Zaid bin Muhammad, padahal ayah aslinya adalah Haritsah. Aturan ketika itu, anak angkat sama dengan anak nasab, sehingga tidak boleh menikahi mantan istri anak angkat. Sampai akhirnya Allah perintahkan agar Zainab dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah.
Mari kita perhatikan firman Allah yang menceritkan kejadian tersebut,
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ
“Ingatlah, ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya……” (QS. Al-Ahzab: 37)
Pada ayat di atas, Allah menyebut sahabat Zaid dengan: ‘orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya (dengan hidayah islam) dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya
Maksudnya, Zaid mendapatkan nikmat dari Allah berupa hidayah iman, dan mendapat nikmat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena dibebaskan dari status budak, kemudian dididik dalam asuhannya.
Kita kembali fokus ke Zaid dan Zainab.
Sejatinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk menikahi Zainab, dalam rangka menghapus anggapan jahiliyah bahwa ayah angkat tidak boleh menikahi istri dari mantan anak angkatnya. Namun Zainab masih menjadi istri Zaid, yang masyarakat menganggapnya anak angkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berharap agar Zaid menceraikan Zainab, sehingga beliau bisa menikahi Zainab.
Terjadilah intieraksi yang tidak harmonis antara Zaid dengan Zainab. Sampai akhirnya Zaid mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang istrinya. Rasulullah-pun menasehatkan kepada Zaid seperti ayat di atas, ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’ artinya, jangan kau ceraikan istrimu Zainab dan bersabarlah, sekalipun banyak masalah keluarga. Padahal beliau menyimpan harapan agar Zaid menceraikan Zainab. Pada ayat di atas Allah menyatakan, ‘sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya’, yang disembunyikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hatinya, harapan agar Zaid menceraikan Zainab, sehingga beliau bisa menikahi Zainab.
Hingga akhirnya, Zaid menceraikan Zainab karena masalah rumah tangganya tidak kunjung membaik. Kita simak lanjutan ayat,
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا
“Tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menceraikan isterinya..” (QS. Al-Ahzab: 37)
[simak Tafsir Ibnu Katsir 6/424 – 425]
Ayat ini adalah ayat yang paling dibanggakan Zainab. Ketika beberapa istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menonjolkan kelebihannya di hadapan istri yang lain, Zainab menampakkan dirinya dengan mengatakan,
زوجكن أهاليكن وزوجني الله من فوق سبع سموات
“Kalian dinikahkan oleh orang tua kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit yang tujuh.” (HR. Bukhari 7420)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab pada bulan Dzul Qa’dah tahun 5 H. Ada yang mengatakan, tahun 6 H. Beliau dikenal wanita ahli ibadah dan sangat gemar bersedekah. Beliau wafat di zaman Khalifah Umar pada tahun 20 H, di usia 53 tahun. Beliau adalah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meninggal pertama kali setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
8. Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha
Sebelum masuk islam, dia bernama Barrah. Kemudian atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diganti Juwairiyah. Beliau wanita istimewa dari kelompok Yahudi Bani Musthaliq. Putri pemimpin yahudi Bani Musthaliq, Harits bin Abi Dhirar. Di kampung bani Musthaliq, Juwairiyah menjadi Istri Musafi’ bin Shafwan.
Pernikahan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaklukkan yahudi Bani Quraidzah karena berkhianat ketika perang Khandaq, terdengar kabar bahwa Harits bin Abi Nadhr bersama pasukannya Bani Musthaliq dan beberapa sekutunya dari berbagai suku arab akan menyerang Madinah. Rasulullah pun menugaskan Buraidah bin Hashib untuk mencari tahu kebenaran berita ini. Sahabat pemberani ini mendatangi mereka. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakin akan kebenaran berita, beliau memerintahkan para sahabat untuk bergegas menuju Bani Musthaliq. Ternyata, Harits telah mengirim mata-mata untuk mengintai pasukan kaum muslimin. Namun para sahabat berhasil menangkap mata-mata ini dan mereka membunuhnya.
Mendengar kedatangan pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terbunuhnya mata-matanya, Harits dan pasukannya sangat ketakutan. Hingga suku-suku arab yang ikut bersamanya membatalkan perjanjian dan pulang ke daerah masing-masing.
Sampailah pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di lembah Al-Muraisi’. Salah satu daerah sumber air bagi bani Musthaliq. Di sinilah beliau menyiapkan barisan pasukan dan membagi tugas masing-masing. Hingga akhirnya, kaum muslimin berhasil mengalahkan bani yahudi. Di perang ini, terbunuhlah Musafi’ bin Shafwan, suami Juwairiyah. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 286)
Juwairiyah menjadi salah satu wanita tawanan ketika itu. Setelah pembagian, Juwairiyah jatuh pada kepemilikan Tsabit bin Qais. Namun Tsabit membebaskannya dengan syarat membayar uang tertentu. Hingga datanglah Juwairiyah menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memohon agar dibantu untuk melunasi biaya pembebasan dirinya. Beliau menerima permohonan ini dan beliau menikahinya dengan mahar pembebasan dirinya dari status budak.
Setelah mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Juwairiyah, banyak sahabat yang membebaskan tawanannya dari Bani Mustaliq, sebagai bentuk penghormatan untuk semua ipar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena peristiwa ini, Juwairiyah dianggap wanita yang paling berkah bagi kaumnya.
Beliau hidup hingga masa Khalifah Muawiyah. Meninggal di Madinah tahun 56 H.
9. Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma
Ulama berbeda pendapat tentang nama aslinya.Adayang mengatakan nama aslinya Ramlah.Adajuga yang mengatakan, Hindun. Beliau sepupu Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Karena ibunya, Shafiyah bintu Abil ‘Ash adalah saudara Affan, ayahnya Utsman.
Sebelumnya beliau menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy. Bersama Ubaidillah, beliau dikaruniai seorang putri bernama Habibah. Bersama suami dan anaknya, Ummu Habibah hijrah ke negeri Habasyah untuk mendapatkan jaminan keamanan karena tekanan suku Quraisy. Sesampainya di Habasyah, suaminya meninggal.Adayang mengatakan, suaminya murtad dan memeluk nasrani. Mendengar hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimsuratkepada raja Najasyi untuk menikahkan Ummu Habibah dengannya, dan beliau mengutus Khalid bin Said sebagai wakil beliau. Najasyi memberikan mahar untuknya sebesar 400 dinar. Setelah beberapa tahun di Habasyah, raja soleh ini memulangkan Ummu Habibah ke Madinah ditemani Syurahbil bin Hasanah. (HR. Abu Daud 2107 dan dishahihkan Al-Albani)
Beliau tinggal bersama suaminya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun 7 H, di usia 36 tahun. Ummu Habibah meninggal di Madinah tahun 44 H, di masa Khalifah Muawiyah,Radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
10. Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab
Berasal dari masyarakat yahudi Bani Nadzir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab adalah kepala suku bani Nadzir. Satu suku yahudi, keturunan Nabi Harun ‘alaihis salam. Ibunya bernama Barrah bin Samuel. Saudara dari sahabat, Rifaah bin Samuel. Sebelum masuk islam, Shafiyah menikah dengan Salam bin Masykam, seorang ahli berkuda dan pandai bersyair. Setelah berpisah dengan Salam, Shafiyah menikah dengan Kinanah bin Abil Haqiq.
Bani Nadzir tinggal di daerah Khaibar. Kala itu, Khaibar terkenal sebagaikotabesar, memiliki banyak benteng dan kebun kurma yang sangat luas. Letaknya sekitar 120 km ke utarakotaMadinah. Ketika perang Khandaq, penduduk khaibar termasuk salah satu suku yang membantu pasukan bersama kaum musyrikin untuk menyerang Madinah. Mereka juga yang memanas-manasi bani Quraidzah untuk berkhianat kepada kaum muslimin. Masyarakat Khaibar juga sering membantu orang manafik Madinah untuk melancarkan makarnya.
Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan titik aman untuk semakin meluaskan islam. Salah satu sasaran beliau adalah Khaibar. Satu daerah sangat strategis yang bisa menguatkan islam, sekaligus mengancam entitas Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap, agar Khaibar bisa masuk kawasan islam. Tentang Khaibar, sejatinya telah Allah sebutkan dalam Al-Quran,
وَعَدَكُمُ اللَّهُ مَغَانِمَ كَثِيرَةً تَأْخُذُونَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هَذِهِ
“Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, Maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu..” (QS. Al-Fath: 20)
Mujahid menjelaskan, harta rampasan yang banyak, yang Allah janjikan adalah Khaibar. (Tafsir Ibn Katsir, 7/341).
Singkat cerita, kaum muslimin berhasil menaklukkan bani Nadzir, dan pada peristiwa itu Kinanah, suami Shafiyah terbunuh karena melanggar kesepakatan. Kaum muslimin pulang dengan membawa banyak rampasan perang dan tawanan, termasuk Shafiyah. Setelah semua tawanan dikumpulkan, datanglah Dihyah Al-Kalbi, ‘Ya Rasulullah, berikan aku seorang budak.’ ‘Silahkan pilih budak.’ Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Dihyah mengambil Shafiyah untuk menjadi budaknya.
Tiba-tiba datang seorang sahabat melapor, ‘Ya Rasulullah, anda memberi Dihyah seorang budak, Shafiyah bintu Huyai, wanita mulia dari Quraidzah dan bani Nadhir, wanita yang hanya layak menjadi milik anda.’ ‘Bawa dia kemari!’ pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah melihatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Dihyah untuk mengambil budak lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan antara memilih islam ataukah tetap beragama Yahudi. Shafiyahpun memilih islam dan menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah Khaibar ditaklukkan pada tahun 7 H. Yang istimewa, walimah pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Shafiyah dilaksanakan di perjalanan pulang 12 mil dari Khaibar menuju Madinah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai wanita Shadiqah, wanita yang jujur imannya. (Al-Ishabah Ibn Hajar, 7/741). Beliau meninggal tahun 50 H dan dimakamkan di Baqi.
11. Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu
Wanita terakhir yang dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah saudara Ummu Fadhl (Lubabah bintul Harits). Dan Ummu Fadhl adalah ibunda Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum. Sehingga Maimunah adalah bibi Ibnu Abbas dari jalur ibunya. Beliau juga saudara Lubabah As-Shugra, ibunya Khalid bin Walid.
Ibunya Maimunah bernama Hindun bintu Auf. Sehingga Maimunah adalah saudara seibu dengan Zainab bintu Khuzaimah, Ummul Masakin, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah wafat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya pada bulan Dzul Qo’dah tahun 7 H, seusai umrah qadha. Maimunah mulai tinggal bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah perjalanan pulang dari Mekah 9 mil menuju Madinah. Beliau meninggal ketika perjalanan pulang dari Haji tahun 61 H di daerah Saraf dan dimakamkan di Saraf.
A’isyah mengatakan tentang Maimunah,
ذهبت والله ميمونة.. أما إنها كانت من أتقانا لله وأوصلنا للرحم
“Maimunah telah wafat, demi Allah… dia adalah diantara wanita yang paling bertaqwa kepada Allah dan paling menyambung silaturahim.” (HR. Hakim 6799 dan dinilai Adz-Dzahabi: Sesuai syarat Muslim).
Demikianlah 11 wanita istimewa yang mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi keluarga beliau tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. Sementara ada dua wanita yang melakukan akad dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak dikumpuli Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Tentang siapa nama dua wanita ini, diperselisihkan para ulama.
Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memiliki budak wanita. Dua wanita yang terkenal sebagai budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
a.Mariyah Al-Qibtiyah
Beliau adalah hadiah dari raja Muqauqis sebagai jawaban atassurat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajaknya untuk masuk islam. Dari Mariyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan seorang anak yang membuat beliau sangat gembira, bernama Ibrahim. Namun putra beliau ini meninggal sebelum genap usia 2 tahun. Beliau meninggal di masa Umar, dan jenazahnya dishalati Umar bin Khatab dan dimakamkan bersama istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya.
b.Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah
Beliau tawanan bani Quraidzah, kemudian dijadikan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ada juga yang mengatakan, beliau dibebaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dijadikan istrinya.
Abu Ubaidah menambahkan, ada 2 lagi budak wanita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang satu hadiah dari Zainab dan satunya tawanan untuk penaklukan yang lain. dan semuanya dimerdekakan sebelum beliau wafat. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, 472)
Allahu a’lam
***
Muslimah.or.id
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits