orange ku

orange ku
AKU MENYUKAI WARNA ORANGE

Sabtu, 30 November 2013

SURGA YANG TERLARANG


aku berselimut
membalut malu
menyesal tiada henti
dan pada akhirnya
hujan menjadi rinai
aku ingin kembali
sambutlah aku lagi
jangan buat terhalang

merenda cinta dibalik cahaya
hanya satu matahari
sekarang terasa malam
meskipun matahari sudah terbit

Rabu, 13 November 2013

PANDANGAN JAUH ITU


Hujan tidak turun lagi. Kami masih berpayung. Saat memasuki gerbang belakangnya yang sempit, ku pelankan langkahku. Ku tautkan tongkat payung pada leherku dan ku arahkan pandangan ke sekitar café. Ada banyak pria yang nongkrong disana, melirik ke arah kami. Kemudian aku setengah menunduk sambil mengamati ruangan yang setengah terbuka. Ada beberapa meja dengan tempat duduk yang mengelilinginya sedang tidak ada siapa-siapa. Sepertinya sedang lengang,pikirku. Aku berencana memilih meja yang sedang kosong, saat melempar pandangan keluar duh ternyata pengunjung cafe lebih banyak mengisi meja di luar. Berteduh dengan payung di tengah meja, menarik sekali. Dan aku berubah pikiran, mengajaknya keluar kemeja yang berpayung. Udara agak lembab, hujan akan lebih banyak turun. Kami duduk, di meja yang paling ujung di luar. Dan pelayan café mendatangi meja yang kami tempati. Ia menyodorkan daftar menu dan memberikan secarik kertas dan pulpen.
Kemudian aku membaca daftar menu. Kami sama-sama diam. kemudian ia bertanya, “yang mana yang Nia mau?”.
Suara nya menghentikan mataku memandang ke daftar menu, “memang yang paling enak disini apa?” aku tanya balik.
Semua nya kelihatan enak menurutku, yah hitung-hitung lagi mengobati lelah selepas belanja tadi.
Akhirnya kami putuskan meminum susu dengan ice cream di atasnya. Aku yang rasa coklat. Memang coklat yang paling manis. Aku paling suka rasa coklat.
Dari awal kedatanganku tadi, aku sudah merasa kami di perhatikan, sepasang mata yang menyelinap pelan-pelan menatap kami dari kejauhan.
Meskipun aku memunggunginya, tapi aku bisa merasakan matanya yang memperhatikan itu. Dengan santai aku menoleh ke arahnya, matanya secara cepat berubah arah, padahal baru saja mataku menangkap tatapannya yang jauh itu. Berarti dugaanku tepat. Tak salah.
Aku cepat-cepat menyelesaikan minumanku. Rasanya memang tidak begitu menikmati.
Kami berfoto-foto sebentar. Tapi aku sudah merasa ingin pergi. Akhirnya kami pergi juga. Setelah membayar minuman kami. Ketika kami ke meja kasir. Aku pura-pura melihat jam sambil menoleh padanya. Saat mataku mengarah ke mejanya. Laki-laki itu segera membuang muka. Aduh, apa urusannya dengan kami, apa dia mengenali salah satu dari kami, aku bertanya-tanya dalam hati.

AYAH DAN RINDU

jangan kamu mengeluh tentang ayah didepanku. Aku tak akan segan menentangmu.
Kamu tidak tau betapa luas rahmat dan kasih sayang Allah lewat ayahmu. Jangan kamu ulangi mengeluh lagi. Kamu bahkan tidak tau seperti apa rasanya. Kamu pikir kamu bisa mengatur hidup mu sendirian. Ayahmu perhatian karena ia peduli padamu. Bukan karena ia kejam padamu.
Coba kamu buka matamu, banyak orang diluar sana yang menunggu ayahnya pulang, bhkan tidak tau apakah ayahnya masih hidup atau mati.
Mereka menanti belayan dan pelukan ayah. Mereka kedinginan, kelaparan. Apa kamu sudah buka matamu untuk mereka.
Mereka hdup dalam rindu.
Dan kamu menyianyiakan ayahmu. Tentu saja aku akan menentang perbuatanmu it.

Ku tulis dalam rindu, untuk ayah.

Rabu, 06 November 2013

BISIKAN NADA



Dahulu aku tidak peduli.
Untuk apa?
Aku tidak perlu.
Bahkan untuk berfikir aku rasa membuang waktu.
Itu hanya perbuatan sia-sia menurutku.
Aku baik-baik saja.
Kemudian.
Kamu datang.
Semuanya berubah.
Aku pun berubah.
Mulai dari isi kepala.
Aku rindu.
Menyelinapkan rasa penasaranku yang bertambah-tambah.
Aku memikirkannya.
Menenggelamkan aku pada lautan pesonanya.
Aku bahkan dulu tidak sudi jatuh kepadanya.
Mengucapkannya pun tak ingin.
Karena itu semua untuk penjagaanku.
Semakin aku melewatinya.
Betapa besar anganku meminta pada Tuhan.
Dan sekarang.
Aku mulai terbiasa.
Menggetarkan pita suaraku dengan nadanya.
Tidak tinggi.
Tidak rendah.
Nyaris berbisik.
Tapi merdu terasa.

DEBU



Malam ini.
Aku mendengar teriakan hujan lebih nyaring dari biasanya.
Ku dapati diriku tidak mampu memejamkan mata lagi.
Kepalaku pun akhirnya memaksaku untuk berfikir, berfikir dan berfikir.
Semua ini menggelisahkan tidurku.
Membangunkan malam.
Sekarang semakin banyak pertanyaan muncul dibenakku.
Seperti debu yang sudah bertahun-tahun mengendap dipermukaan.
Kemudian tertiup angin.
Mungkin anginnya timbul karena keberadaanku.
Aku mulai tersedak, bersin, dan batuk karenanya.
Debunya memasuki penglihatanku.
Air mata tak terbendung lagi.