Semoga Allah memberi kemampuan kepada kita untuk membaca
potensi yang telah Allah berikan. Menggali dan mengembangkan diriki kita dengan
baik sehingga hidup yang sekali-kalinya ini tidak menjadi beban bagi orang lain, bahkan hidup terhormat karena bisa
meringankan beban orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “bahwa
sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya”.
Benar, bahwa dalam hidup ini kita pasti membutuhkan orang
lain. Itu pasti! Tetapi menikmati hidup dengan membebani orang lain adalah
hidup yang tidak mulia. Kita sepakat bahwa para peminta cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan orang yang memberi pinjaman. Orang yang berharap
pertolongan kepada manusia, lebih rendah posisinya dibanding dengan orang
memiliki kemampuan menolong banyak orang.
Dengan kata lain, sudah saatnya kita muliai menumbuhkan
semangat kemandirian dari diri kita. Sebab menjadi manusia yang mandiri adalah
manusia yang akan memiliki harga diri. Mandiri membuat kita lebih tenteram
diri. Bangsa mandiri adalah bangsa yang akan mempunyai harga diri. Dalam al-Quran
ditegaskan bahwa Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu gigih mengubah
nasibnya sendiri. Kita tidak bisa menyalahkan orang-orang yang mengancam,
memboikot, menghalangi kita. Kita diberi kemampuan oleh Allah untuk mengubah
nasib kita. Berarti, kemampuan kita untuk mandiri dalam mengarungi hidup ini,
merupakan kunci yang diberikan oleh Allah untuk sukses dunia dan insyaAllah di
akhirat kelak.
Tidak sedikit keuntungan yang dapat diperoleh kita kita
mulai menanamkan semangat kemandirian. Keuntungan pertama, kita aan mempunyai
wibawa sendiri. Sehebat-hebat peminta-minta pasti tidak akan mempunyai wibawa. Lihat
saya, misalkan seorang aparat yang berpenampilan gaah gemar melakukan pungutan
yang tidak semstinya, pasti akan jatuh wibawanya. Oleh karena itu, kalau kita
ingin menjadi negeri yang mempunyai harga diri kita harus menjadi negeri
mandiri.
Keuntungan lainnya, seperti yang dikemukakan tadi, kita
makin percaya diri dalam menghadapi masalah sendiri akan berbeda semangatnya
dalam mengarungi hidup ini dibanding dengan orang yang selalu berstandar kepada
orang lain.
Kalau negara kita berstandar kepada lembaga-lembaga lain,
maka kita mungkin harus mau mendengar mereka. Ita menjadi kita bebas. Ini bahaya!
Dan kalau kita bersandar kepada selain Allah, kita akan takut sandarannya
hilang. Maka orang-orang yang mandiri cenderung lebih tenang dan lebih tenteram
dalam menghadapi hidup ini. Selain dia siap mengarungi, dia juga memiliki
mental yang mantap. Ingat! Mandiri itu adalah sikap mental. Banyaknya kasus
korupsi di negara kita, sebenarnya mencerminkan bahwa mental miskin juga mental
yang sangat tidak mandiri masih ada. Maunya bergantung kepada fasilitas,
bergantung kepada kekuasaan dan sebagainya.
Lantas, apakah langkah yang harus ditempuh untuk menjadi
pribadi mandiri? Pertama, mandiri itu awalnya memang dari mental seseorang. Jadi
seseorang harus memiliki tekad yang kuat untuk mandiri. “saya harus menjadi
manusia terhormat dan tidak boleh jadi benalu”
Ada sebuah kisah. Dulu, ketika dalam suatu kesempatan saya
berada di Madinah, tepatnya didaerah Masjid Nabawi. Ketika itu kami melihat ada
seorang laki-laki yang tunanetra, telinganya ditutup kapas, dan raut wahahnya sederhana. Dia dudul
di atas tikar yang lusuh dan didepannya ada bebedapa botol minyak wangi. Kala itu
kami tergerak untuk datang memberinya sedekah. Namun apa yang terjadi, saat itu
beliau menolak jika diberi urang sebagai sedekah. Beliau hanya mau menerima
uang jika kami membeli minyak wanginya. Dan itu pun hanya setara menerima
dengan harga minyak wangi yang kami beli, tidak mau dilebihkan. Subahanallah,
sungguh pun memiliki keterbatasan fisik,
ternyata beliau pantang meminta-minta.
Rasulullah sendiri adalah cermin pribadi mandiri. Kita ingat,
beliau lahir dalam keadaan yatim. Dan tidak lama sesudahnya beliau menjadi yatim
piatu. Namun, Rasulullah saw memiliki
tekad yang kuat untuk hidup mandiri, tidak menjadi beban bagi orang lain. Mulai
dari usia delapan tahun dua bulan, Rasulullah saw sudah mulai menggembalakan
kambing. Terus berkembang, hingga pada usia 12 tahun sudah melakukan perjalanan
sebagai khafilah dagang. Diusia 25 tahun, Muhammad menikahi Siti Khadijah
dengan mahar 20 ekor unta muda. Saya kira, diindonesia ini msih sulit kita
jumpai pemuda yang berani memberi mahar sebanyak atau setara dengan itu.
Kisah lain menuturkan bahwa seorang sahabat, Abdurrahman bin
Auf, ketika berangkat hijrah dari Makkah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf
ditawari sebidang kebun kurma, namun beliau malah minta ditunjukkan jalan ke
pasar. Ya! Beliau lebih memilih mencari kail ketimbang diberi ikan. Hasinya beliau
tumbuh menjadi seorang pengusaha berhasil. Bahkan ketika peperangan dengan kaum
kafir, beliau menyedekahkan begitu banyak unta untuk membantu tentara kaum
Muslimin.
Jadi, jiwa mandiri ini benar-benar harus ditanamkan sejak
kecil. Sebab jika tidak, maka potensi apapun tidak bisa ddibuat menjadi
manfaat. Kita harus mulai merindukan anak-anak kita tumbuh tidak sekadar
menjadi pekerjaan. Ini penting, karena begitu banyak potensi yang ada di bangsa
ini tidak tergali. Namun, ini tentunya tidak berarti bahwa mereka yang bekerja
pada orang lain itu tidak mandiri. Para karyawan, buruh atau pekerja lainnya
pun jelas merupakan sosok mandiri. Sebab penekanannya di sini adalah
kesungguhan berikhtiar agar tidak menjadi beban bagi orang lain.
Kedua, kita harus mempunyai keberanian. Berani mencoba dan
berani memikul resiko. Orang yang bermental mandiri, tidak akan mengannggap
kesulitan sebagai hambatan, melainkan sebagai tantangan dan peluang. Kalau sudah
dicoba, jatuh. Itu biasa. Bukankah waktu kita belajar berjalan juga jatuh
bangun? Justru kalau kita tidak berani mencoba , itulah kegagalan.
Bahkan pengalaman bangkrut juga dapat menjadi sebuah
keuntungan. Artinya, dari kebangkrutan itulah dia akan belajar untuk
memperbaiki lagi usahanya, pengalaman tersebut dapat membuatnya lebih waspada
dan lebih semangat lagi agar tidak jatuh pada lubang yang sama.
Gagal adalah sebuah ongkos sukses, selama kita bisa
mengambil hikmah dari kegagalan itu. Gagal juga merupakan sebuah informasi
menuju sukses, asal benar mengemasnya. Kunci yang ketiga bila ingin mandiri
adalah mempertebal tingkat keyakinan kita kepada Allah.
Kita harus yakin, Allah yang menciptakan kita, Allah yang
memberikan rezeki kepada kita. Manusia itu tidak mempunyai apa-apa, kecuali apa
yang Allah titipkan. Bergantung kepada manusia hanya akan