orange ku

orange ku
AKU MENYUKAI WARNA ORANGE

Senin, 27 Mei 2013

JEBAKAN RASA



Mispersepsi selalu menjadi masalah dalam komunikasi. Ada anggapan yang bias pada pesan. Pastisipan komunikasi tak merujuk pada makna tanda yang sama. Persoaalannya memang, tanda-tanda dalam komuniksi tak selalu berupa pesan verbal. Bahkan ketika berupa ungkapan verbal sekalipun, dimensi konotasi dari pesan seringkali tak terelakkan.
Awalnya mungkin sepele, sekedar berlebihan menangkap stimulus komunikasi, baik berupa ungkapan verbal maupun nonverbal. Kita sering mengistilahkannya sebagai “GE ER”. Terlalu berlebihan memaknai sipa seseorang. Misalnya ada orang yang memberikan senyuman kita meaknai sebagai ekspresi rasa suka. Ada yang mengirim sms, kita sebut sebagai perhatian. Keramahan diartikan sebagai bentuk penerimaan rasa.
Awalnya memang sepele. Tapi proses berikutnya bisa jadi masalah serius. Awalnya mungkin sikap sepihak, tapi karena logika stimulus respon, kemudian berlanjut dengan interaksi dua pihak. Ilustrasinya sederhananya begini. Kita berkenalan dengan seseorang. Dalam perjalanannya, kita menangkap kesan orang ini baik, ramah, dan hangat. Kita pun gee r, orang ini memiliki perhatian khusus pada kita. karena perasaan ini, kita pun kemudian memberikan perhatian khusu pula.
Ini respon kita atas stimulus yang makna sesungguhnya bisa berbeda dari yang kita simpulkan. Respon yang sering kali terjadi pada omunikasi diantara dua orang yang berbeda latar belakang social atau budaya. Bagi kita yang memiliki latar belakang miskin senyuman misalnya, mungkin akan berlebihan merespon orang yang mudah senyum.
Dalam budaya tertentu, senyum bahkan memiliki makna negative jika diberikan oleh sorang perempuan asing. Seperti yang terungkap dalam diskusi ISKI (ikatan sarjana komunikasi Indonesia) belum lama ini, seputar kendala  komunikasi lintas budaya antaraTKW dengan tuannya di Arab Saudi. Seorang panelis memaparkan temuan bagaimana keramahtamahan (ala Indonesia bisa berujung petaka bagi sang TKW).
Di Arab Saudi, hubungan pria dan wanita diatur sedemikian rua. Jangankan memberikan senyuman, menatap pria asing saja termasuk majikan adalah tabu. Sementara bagi para TKW, keramahan seorang pembatu pada majikan tak sekedar wajar tapi memang sudah menjadi kewajibannya, ya keramahtamahan ala Indonesia, seperti suara lembut dan senyum yang selalu mengembang. Disinilah masalahnya, majikan menyimpulkan senyum itu sebagai stimulus ‘kenakalan perempuan’ sehingga tak jarang cerita pembantu dan majikan ini berujung pada kasus pemerkosaan.
Contoh diatas barangkali agak ekstrim, tapi kita merasakan jebakan rasa sebagai akibat mipersepsi itu dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kasus perselingkuhan yang berawal dari rasa GeEr. Bayangkan ada seorang pria dengan perasaan sensitive. Kemudian karena sesuatu hal ia bertemu dan berkenalan dengan seorang perempuan yang kebetulan ramah. Keramahannya yang bisa jadi memang telah menjadi karakternya sehari-hari. Namun, senyum dan sikap baik dari perempuan ini sangat mungkin dimaknai secara berlebihan. Perasaan sang pria pun hanyut oleh mispersepsi.
Pada akhirnya komunikasi adalah masalah kedua belah pihak. Maka, untuk menghindari jebakan rasa karena mispersepsi. Bersikap baik pada orang lain tak sekadar boleh tapi memang sudah menjadi kewajiban kita. kita memang harus ramah tamah pada siapapun, tapi kita jua harus sadar batas-batas keramahan yang layak kita ekspresikan.
Kita harus semakin peka pada orang lain yang karakternya beragam. Tak semua orang bisa diajak becanda. Tak semua orang peka pada tanda-tanda, ada baiknya kita selalu menimbang setiap sikap yang kita tunjukkan pada orang lain. Singkatnya, sebisa mungkin jangan membuat orang lain menjadi Ge Er.
Dialin pihak, kita juga harus menjadi penafsir pesan yang cerdas dan bijak. Tak perlu berlebihan dalam menyikapi senyum, pujian, atau perhatian orang lain. Apa lagi jika respon kita diatas timulus itu berpotensi merusak kehormatan diri. Menjauhkan segala rasa yang berlebihan jauh lebih baik. Cukup kita simpulkan orang tersebut dalam kelompok orang yang ramah dan baik karena karakternya sudah begitu. Cukuplah kita  enaruh hormat yang dalam atasnya, bukan justru menariknya dalam jebakan rasa yang merusak.
Komunikasi akan terus menandai segala interaksi  dalam hidup kita, seiring berjalannya waktu, kita akan terus mendapatkan pelajaran-pelajaran baru. Melalui komunikasi kita akan semakin mengenal karakter orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar